Jam pelajaran terakhir adalah jam penuh tantangan, bagi guru apalagi siswanya. Ngantuk berat, bos!! Apalagi kalo mapelnya susah, dan gurunya gak asik. Maka bisa ditebak, pasti siswa jadi ngobrol, maen hp, tiduran di bangku, atau malah ngilang ke kelas sebelah. Dan itulah yang terjadi hari ini, di kelasku. Aku kehilangan Kevin dan Aldi.
Seperti biasa, kelas mereka seneng banget kalau KBM di Edotel. Selain ruangannya adem, juga mereka bisa browsing sambil klesetan di lantai. Whenak thooo…. dan biasanya di 3 jam terakhir mapelku, sebelum pelajaran dimulai, siswa kuijinkan untuk sholat dhuhur terlebih dahulu. Oya, kalau Senin gini, ngajarku 3 jam pertama dan 3 jam terakhir. Jadi, 4 jam di tengah kugunakan untuk KLONDIKA. Ahahah…. game gaje pengusir gabut.
Kembali ke kelas XII PH 2, kuperkirakan yang sholat sudah selesai, akupun masuk ke Meeting Room Kartini. Kuhitung jumlah siswanya, hmm… 28 siswa putri. “Mana yang lain?”, tanyaku sambil mengedarkan pandangan ke seluruh kelas, membatin siapa saja yang belum hadir.
“Masih sholat, Bu…”, jawab beberapa. Memang tadi kudengar Kevin mengumandangkan iqomah, tandanya giliran Aldi yang menjadi imam sholat. Tak berapa lama, 4 siswa putri masuk ke Kartini, tanpa diikuti Aldi maupun Kevin. Mungkin masih ke kamar mandi, batinku. Tapi hingga memasuki jam ke-10, bayangan mereka pun tak tampak. Hmm.. talah.. kemana mereka berdua?
Setelah mencari info ke teman sekelas, kudapati beberapa petunjuk yang aneh dan bikin mikir. Kucoba mengirim pesan ke ketua kelas XII PH 1, hingga di satu pesan, tidak lagi dibalas oleh Ivan.
Oke, fix! Aku sampai pada satu kesimpulan bahwa ada yang tidak beres di anak-anak ini. Dan begitu aku sampai ke atas,… *ngurut dada* di kelas XII PH 1 ada beberapa anak waliku yang “kabur” dari jam terakhirnya, dan Aldi – Kevin ada diantara mereka!
Jiwa detektifku meledak, di kelas itu ada Ivan yang berusaha biasa saja, Bagas dan Faqih yang shock, Aldi yang cengengesan, dan Kevin yang tidur di lantai. Ada juga Anisa dan Azriel yang “ngakunya” sedang minum sebentar. Segera kupasang muka garang dan serius, yang biasanya gak akan berhasil kalo menghadapi si Ivan dkk. Tapi aku harus bisa!
“Ngapain disini?! Waktunya siapa?!” kutanyai satu persatu, dengan sedikit menghardik, pengakuan ala kadarnya meluncur cepat dari mulut masing-masing, mencari alasan supaya lepas dari hukuman. Tapi tak kuperdulikan, niatku sudah bulat. Sengaja kuhalangi pintu agar mereka tidak kabur.
“Mana yang lain?!”
“Kevin, bangun!!”
“Anisa ngapain disini?! Kembali ke kelas!”
“Azriel, jangan nakal! Kembali ke kelas!”, hmm.. untuk Azriel dan Annisa, bukan kebiasaan keduanya membolos di mapel tertentu. Jadi aku agak melunak ke mereka. Tapi yang lainnya…. huh!!
“Ivan, Bagas, Faqih, Aldi, Kevin, ikut saya ke bawah! 5 menit! Mana yang lain?” kataku tegas. Meski yang lain tidak nampak, tapi aku yakin ada diantara mereka. Dan benar saja, begitu kubilang 5 menit, dari deretan belakang muncul Andi dengan mata merah dan wajah kucel, ahaha…tidur rupanya. Sudah dapat 6 siswa, kurang 3 lainnya. Kembali aku bergerilya ke kelas XII PH 2, kosong. Kuhitung lagi di kelas mapel KWU, memang kurang 3 anak. Feelingku menguat bahwa mereka di kelas kosong di sebelah. Perlahan pintu kubuka, dan benar saja… Citer, Ilham, dan Imam tidur di lantai diantara bangku – bangku berserakan. “Kalian bertiga, turun! 5 menit harus sudah dibawah. Kemudian kutinggalkan mereka dan berjalan cepat ke Edotel. Gedebukan mereka turun, tahu dooong kebiasaanku seperti apa. Ingin tertawa tapi kutahan.
Sambil berjalan ke Edotel, kupasang kembali muka sangar dan serius. Kuajak mereka ke Lobby Lounge dan kutanya alasan atas tindakan mereka. Bermacam alasan tentang meninggalkan kelas KWU dan kelasku. Kata Kevin, dia mengantuk dan Aldi mengambil tas di kelas dan mampir ke kelas XII PH 1. Alasan Ivan dkk, kelas panas, ada guru serasa jamkos, di kelas ataupun tidak, sama saja… dan alasan lainnya banyak. Dan seperti biasa pula, aku tidak menerima alasan, hehehe… Kuingatkan bahwa mereka sudah kelas XII dan harusnya bisa bersikap dewasa, menahan diri dari tindakan yang aneh – aneh. Akhirnya kuputuskan hukuman, mencabut rumput liar di garden sebanyak kresek merah, tidak boleh ada rumput hias yang tercabut, atau hukuman ditambah.
Wajah mereka shock, ah.. pura – pura shock lebih tepatnya.
“Bu, saya mau menjelaskan, Bu..” Ivan angkat bicara, seperti biasa dia yang paling berani bersuara.
“Silakan, menjelaskan apa?”, tanyaku.
“Ini baru sekali, Bu… biasanya kami ikut pelajaran KWU, jadi hari ini apesnya kami”, dia mencoba bernegosiasi, dan diamini yang lainnya.
“Hmm…”, kuedarkan pandangan menyelidik, “lalu..?”
“Ya, mohon toleransinya, Bu.. masak nyabuti rumput”, muka melas dipasang di wajah Ivan. Bahaya, nih… aku mulai geli.
“Boleh ditambah menanam bunga, itu banyak pot kosong”, kataku kejam.
“Buuuuuu….”, kata mereka serempak dan mulai menyalahkan Ivan. Hehehe…. yes.
“Sekarang jam 3 kurang 10, semakin lama memulai, semakin lama selesai. Protes diterima tapi tidak mengurangi hukuman. Cepet!”
Beterbanganlah mereka mencari kresek merah, sambil tetep cengengesan dong tentunya.. semenit kemudian mereka menyebar ke taman di depan Edotel. Kuamati dari jauh, mereka menjalankan hukuman dengan riang gembira sambil sesekali menyeletuk saling mengejek. Ada yang di pojok jauh dari pengawasan, ada yang mencabut rumput di luar area garden, ada yang mencoba mencuri hasil pekerjaan temannya. Untuk yang terakhir ini, langkahku cepat ke arah Kevin dan Ivan. Kuambil setangkup rumput di kresek Kevin, “Lho, Bu… bukan saya, Bu. Ivan yang ngambil punya saya”, Kevin menjelaskan panik sedangkan si tertuduh beringsut menjauh sambil tertawa – tawa. Wah…!! Segera kuputar langkah ke arah Ivan, dan mengambil dua tangkup rumput kukembalikan ke Kevin. Protes Ivan disambut tawa riuh teman – temannya.
 |
di pojokan berharap lepas pengawasan |
 |
cengingisan tapi tetap bekerja |
Sekian menit, kresek masing – masing sudah mulai penuh. Jiwa usilku masih bertahan. Kulihat dengan teliti kresek masing – masing dan menyingkirkan rumput yang tidak sesuai dengan kriteria. Alhasil isi kresek mereka berkurang banyak. Wkwkwkw… “Ulangi.”, perintahku.
Sungguh, perutku kaku menahan tawa dan pipiku mulai keras mengerem tawa yang hampir meledak. Mereka protes, tapi tidak marah. Mereka enggan menjalani hukuman, tapi melakukannya dengan riang. Hingga satu waktu, meledaklah tawaku dan kuakhiri tepat 5 menit sebelum bel pulang berbunyi. Aku hanya tidak mau membuat mereka malu karena menjadi tontonan warga smeken. “Bawa hasil merumputmu, saya tunggu di Lobby Lounge”, kataku tegas.
“Lho?! Dibawa, Bu? Buat apa, Bu?” tanya satu anak entah siapa.
“Ate ditimbang diijolne sego bungkus”, jawab yang lain.
“Oooo…. biasanya habis ini ada gorengan dan es teh”, ini suaraya Ivan.
“Kadang juga kopi”, sahut Faqih.
Tak kuperdulikan ocehan mereka, aku sibuk menahan tawa. Di lobby lounge, kuminta mereka duduk bersila dan review hasil merumput setelah setengah jam. Kali ini suasana kubuat santai, sambil sesekali kusisipi nasehat. Wajah berkeringat kupandang satu persatu, lucu, khas nakalnya anak remaja seusia mereka. Mereka berjanji untuk tidak mengulangi, tapi kubilang.. halah…mbel..!!